Pertumbuhan
Ekonomi Tak Jamin Kesejahteraan
JAKARTA, KOMPAS.com - Mengukur
pembangunan hanya dari produk domestik bruto dan pertumbuhan ekonomi
menghilangkan kenyataan ada ketimpangan di masyarakat dalam menikmati hasil
pembangunan. Hal ini disebabkan produk domestik bruto hanya melihat pendapatan
secara rata-rata dan pertumbuhan ekonomi tidak melihat manfaat pembangunan pada
manusia.
Demikian disampaikan Eric Maskin,
penerima penghargaan Nobel Ekonomi tahun 2007, dan Kaushik Basu, Guru Besar
Ekonomi Universitas Cornell, Amerika Serikat, kepada Kompas, Selasa (4/9/2012)
petang, di Jakarta. Keduanya akan menyampaikan pandangan mereka tersebut dalam
konferensi Asosiasi Pembangunan Manusia dan Kapabalitas (Human Development and
Capability Association) di Jakarta hari ini.
Konferensi membahas berbagai ukuran
untuk melihat dampak pembangunan terhadap masyarakat selain dari hanya
menggunakan produk domestik bruto (PDB). Maskin dan Basu sependapat, hanya
mengandalkan PDB tidak akan menyelesaikan persoalan ketimpangan yang melebar
meskipun pertumbuhan ekonomi sangat tinggi.
Ada banyak cara mengukur apakah
pertumbuhan ekonomi menyejahterakan masyarakat. Maskin mencontohkan, manfaat
pertumbuhan ekonomi atau pembangunan juga dapat diukur melalui, antara lain,
umur harapan hidup, angka kematian bayi, dan angka partisipasi sekolah.
Program Pembangunan PBB (UNDP)
menggunakan Indeks Pembangunan Manusia yang mengukur derajat kesehatan, angka
partisipasi sekolah, dan pertumbuhan ekonomi untuk mengukur manfaat
pembangunan.
Menurut Basu, ada cara lain melihat
manfaat pembangunan, antara lain melihat dari sisi kebebasan dan rasa berdaya.
Kebebasan itu, antara lain, bebas dalam pilihan politik, bebas memasuki
lapangan kerja karena memiliki keterampilan memadai, hingga bebas melakukan
tukar-menukar di pasar karena memiliki kesempatan sama. Mengukur manfaat
kebebasan dalam ekonomi juga menjadi topik konferensi.
Maskin dan Basu menyebutkan,
globalisasi adalah salah satu penyebab ketimpangan kesejahteraan, terutama di
negara berkembang, termasuk Indonesia. Globalisasi dapat menaikkan pendapatan
rata-rata, tetapi menimbulkan masalah distribusi pendapatan. Keduanya mencontohkan,
globalisasi menguntungkan hanya tenaga kerja terlatih dan terdidik. Mereka yang
tidak terlatih tertinggal dan bahkan pendapatan mereka dapat turun.
Karena itu, menjadi tugas pemerintah
memberikan kesempatan kepada semua orang untuk mendapat manfaat yang sama dari
globalisasi. ”Salah satunya dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kerja
secara merata,” kata Maskin.
Basu menambahkan, mekanisme pasar
tidak bisa dihindari karena setiap orang punya kebutuhan untuk mendapatkan
keuntungan dari transaksi di pasar. ”Namun, itu semakin menekankan tanggung
jawab besar pemerintah untuk terus-menerus dan tekun berperan dalam memenuhi
kebutuhan dasar warganya, yaitu pangan, kesehatan, dan pendidikan,” katanya. (NMP/HAM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar