Angka Kemiskinan di Indonesia Masih Tinggi
JAKARTA, (PRLM).- Angka
kemiskinan di Indonesia sepanjang tahun 2011 dinilai beberapa kalangan masih
tinggi walaupun pemerintah mengklaim sudah berhasil menekan angka kemiskinan.
Menurut aktivis Dian Irawati masih diperlukan program tepat sasaran untuk mengatasi
kemiskinan di tanah air.
Dian
Tri Irawati dari LSM Rujak Center for Urban Studies
mengatakan, pemeritah memang sudah berupaya merealisasikan kebijakan yang
berpihak pada masyarakat kurang mampu seperti Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat atau PNPM Mandiri.
Ia mengingatkan jika pemerintah
benar-benar berniat ingin terus menekan angka kemiskinan maka pemerintah jangan
sampai mengeluarkan kebijakan yang menyulitkan masyarakat kurang mampu dalam
menjalankan kehidupan seperti izin berdagang dan izin tempat tinggal.
“Sebetulnya tanpa injeksi modal
dari pemerintah pun mereka akan survive secara ekonomi, konsumsi juga ya
ditingkatan lokal sehingga perputaran uang tetap terjaga, tapi itu tidak serta
merta dimunculkan oleh program pemerintah, kalau saya tetap melihat apa yang
sudah dilakukan memang baik tapi mungkin bagaimana menjaga agar kebijakan yang
sudah baik, untuk mencoba memberdayakan rakyat miskin bisa mandiri dan akhirnya
bisa lepas dari level kemiskinan,” ujar Dian.
Dian Tri Irawati berpendapat,
jika pemerintah serius menjalankan program yang sudah dicanangkan yaitu pro
job, pro poor dan pro environment, pemerintah juga harus serius menjalankan
upaya pemberantasan korupsi.
“Kita tidak akan pernah selesai
dalam urusan pengentasan kemiskinan, mau maju dalam pembangunan kalau isu
korupsi belum selesai, minimal diminimalisir semuanya drastis menurun di 2012
baru saya bisa percaya bahwa tiga skema ini bisa berjalan, korupsi itu kan di
segala lini, di semua program mungkin, itu masih akar masalah dan ‘PR’
(pekerjaan rumah) besar,” kata Dian.
Sementara, menurut staf khusus
bidang ekonomi Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, Lucky Korah,
kementeriannya juga sangat aktif berupaya menekan kemiskinan di berbagai
daerah. Ditambahkannya tahun depan kementeriannya akan fokus dalam program
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau MP3EI.
Ia menjelaskan, “Perlu
pergerakan ekonomi yang mendorong ekonomi merakyat, dari 22 kegiatan MP3EI
sebagian besar ada di kawasan timur Indonesia termasuk di Papua dan Maluku,
pertambangan, energi, perikanan, pertanian, pangan termasuk dari bagian itu,
kita harapkan dengan memacu daerah tertinggal, memanfaatkan kebijakan MP3EI
maka pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, pengurangan pengangguran di
kasawan tertinggal bisa otomatis turun.”
Menurut catatan pemerintah, dari
jumlah orang miskin sebelumnya yaitu sekitar 17,7 juta orang pemerintah
menargetkan turun menjadi 16 juta orang hingga akhir tahun 2011. Pemerintah
telah menargetkan untuk dapat menurunkan angka kemiskinan tahun depan menjadi
sekitar 14,4 juta orang miskin di Indonesia.
SBY
Tegaskan Kemiskinan Indonesia Tinggal 12,5 persen
Jakarta, Kepada dunia
internasional, Presiden SBY menegaskan bahwa kemiskinan di Indonesia tinggal
12,5 persen. SBY juga memaparkan visi dan misi Pemerintah Indonesia menuju
pembangunan berkelanjutan.
"Ekonomi dunia telah tumbuh
dari 34 triliun USD sampai lebih dari 64 triliun USD pada saat ini. Perdagangan
internasional telah tumbuh tiga kali lipat menjadi 28 triliun USD. Banyak
negara telah menyeberang melewati status penghasilan menengah, termasuk
Indonesia. Dan bersama dengan ini kemiskinan seluruh dunia telah berkurang
secara signifikan dari 1,9 miliar pada tahun 1990 menjadi 1,29 miliar tahun
2008. Di Indonesia pun, kemiskinan telah menurun dari 24 persen pada tahun 1998
menjadi 12,5 persen beberapa hari ini," kata Presiden SBY, seperti siaran
pers Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, Sabtu
(23/6/2012).
Hal ini disampaikan Presiden SBY
dalam pertemuan PBB untuk pembangunan berkelanjutan atau dikenal juga dengan
forum Rio+20 di Riocentro Convention Center, Rio De Janeiro. Pidato resmi SBY
diberi judul “Moving Towards Sustainability: Together We Must Care The Future
We Want"
SBY memaparkan bahwa upaya
Indonesia mencapai tujuan pembangunan milenium pada tahun 2015 juga menghadapi
tantangan. Telah ada beberapa kemajuan, tetapi juga beberapa tantangan dalam
mencapai target.
"Sebagai contoh, kita
membuat kemajuan pada angka kematian bayi dan ibu, kemiskinan, harapan hidup,
tetapi kita belum mencapai target (Millennium Development Goal) MDG untuk
peningkatan gizi bagi anak-anak, sanitasi. Meskipun begitu, saya tetap optimis
bahwa kita dapat menjamin masa depan keberlanjutan,"papar SBY.
Kunci perjalanan Indonesia
menuju pembangunan yang berkelanjutan, menurut SBY, adalah teknologi dan
inovasi. Dua hal ini yang telah membuat Indonesia berkembang pesat saat-saat
ini.
"Saya yakin kuncinya adalah
teknologi dan inovasi. Ketika Rio forum diselenggarakan 2 dekade yang lalu,
kami tidak memiliki internet seperti sekarang kita tahu itu. Kami tidak
memiliki ponsel, sosial media, nano-teknologi, GPS, komputer tablet. Namun, ini
adalah hal-hal yang mengubah masyarakat kita hari ini, dan mendorong ekonomi
baru,"ungkapnya.
SBY menekankan perlunya dunia
mewaspadai pemanasan global. Juga kemungkinan krisis energi. Yang tentu saja
harus dihadapi bersama-sama.
"Kita akan melihat mobil
hibrida, energi pencahayaan efisien. Membersihkan teknologi batubara, panel
surya. Meskipun mungkin mahal untuk saat ini, harga yang pasti untuk turun
seperti telah kita lihat pada ponsel," terang SBY.
Indonesia, imbuh SBY, juta telah
melakukan banyak kesepakatan global. Utamanya menyangkut pengurangan emisi.
"Ini adalah mengapa Indonesia, tanpa menunggu kesepakatan global, di
tengah-tengah kebuntuan pada tahun 2009 membuat keputusan penting untuk
mengurangi emisi sebesar 26 persen pada tahun 2020, atau 41 persen dengan
dukungan internasional," papar SBY.
Tekanan pertambahan penduduk
yang luar biasa besar diyakini bisa menjadi masalah tersendiri. Hal ini juga
harus diwaspadai bersama. SBY mengajak dunia internasional bersatupadu mencari
solusi.
"Kami melihat tekanan
pertumbuhan antara pertumbuhan penduduk dan sumber daya yang tersedia. Populasi
dunia telah melewati batas 7 miliar dan menuju 9 miliar orang sebelum tahun
2050. Memang, kita telah melihat kasus yang mengkhawatirkan seluruh dunia di
mana kompetisi berubah menjadi konflik,"ingatnya.
Kita juga perlu kolaborasi yang
lebih besar, bukan konfrontasi. Kita semua memiliki tujuan yang sama. Di
Indonesia, kita selalu bersedia untuk bermitra dengan semua stakeholder
berdasarkan kepentingan umum: LSM, masyarakat sipil, kelompok kepentingan,
bisnis, media, akademisi,"tandasnya.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar