Dampak Korupsi terhadap
Perekonomian Indonesia
Korupsi tampaknya
telah menjadi budaya yang mendarah daging di negeri kita tercinta ini,
Indonesia. Sebagai negara yang menggunakan adat dan budaya ketimuran yang
sangat menjunjung tinggi nilai - nilai moralitas dan kejujuran, sangat miris
rasanya bila mengetahui bahwa negara ini menempati posisi 2 sebagai negara
terkorup di Asia pasifik menurut survei dari The World Justice Project. Sebelum
kita membahas apa dampak korupsi, sebaiknya kita bahas dulu apa itu korupsi.
Menurut KBBI, korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Sementara dari arti kebahasaan,
korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruptio dari kata kerja corrumpere
yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Menurut
penulis sendiri, korupsi berarti seseorang yang menyalahkan wewenangnya untuk
kepentingan diri sendiri tetapi merugikan institusinya dan orang banyak.
Mengapa korupsi
dapat tumbuh subur di Indonesia? Ada banyak penyebabnya. Salah satunya ialah
kesejahteraan masyarakat yang kurang, hal ini disebabkan oleh gaji dan
pendapatan yang rendah dan mental orang Indonesia yang ingin cepat kaya tanpa
mau berusaha dan bekerja keras. Budaya di Indonesia sendiri yang masih money
oriented menyebabkan banyak orang berlomba-lomba untuk mendapatkan uang tanpa
memikirkan halal haramnya. Ditambah lagi sistem birokrasi Indonesia yang
merupakan warisan budaya kolonial Belanda yang rumit membuka celah-celah bagi orang-orang
yang ingin melaksanakan praktik korupsi. Apalagi kini nilai - nilai agama yang
semakin luntur membuat banyak orang mudah tergiur dengan praktik korupsi.
Dari segi ekonomi
sendiri, korupsi akan berdampak banyak perekonomian negara kita. Yang paling
utama pembangunan terhadap sektor - sektor publik menjadi tersendat. Dana APBN
maupun APBD dari pemerintah yang hampir semua dialokasikan untuk kepentingan
rakyat seperti fasilitas-fasilitas publik hampir tidak terlihat realisasinya,
kalaupun ada realisasinya tentunya tidak sebanding dengan biaya anggaran yang
diajukan. Walaupun belum banyak buktinya, jelas ini merupakan indikasi terhadap
korupsi. Tidak jelasnya pembangunan fasilitas - fasilitas publik ini nantinya
akan memberi efek domino yang berdampak sistemik bagi publik, yang dalam ini
adalah masyarakat. Contoh kecilnya saja, jalan - jalan yang rusak dan tidak
pernah diperbaiki akan mengakibatkan susahnya masyarakat dalam melaksanakan
mobilitas mereka termasuk juga dalam melakukan kegiatan ekonomi mereka. Jadi
akibat dari korupsi ini tidak hanya mengganggu perekonomian dalam skala makro
saja, tetapi juga mengganggu secara mikro dengan terhambatnya suplai barang dan
jasa sebagai salah satu contohnya.
Karena terhambatnya
segala macam pembangunan dalam sektor-sektor publik, Kebijakan- kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah tidak akan optimal lagi. Segala macam
kebijakan-kebijakan yang pro rakyat dibuat pemerintah akan menjadi sia - sia
hanya karena masalah korupsi. Hal ini akan menambah tingkat kemiskinan,
pengangguran dan juga kesenjangan sosial karena dana pemerintah yang harusnya
untuk rakyat justru masuk ke kantong para pejabat dan orang - orang yang tidak
bertanggung jawab lainnya. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak optimal
ini akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah di berbagai bidang.
Menurunnya kualitas pelayanan pemerintah akan mengurangi kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah. Kepercayaan masyarakat yang semakin berkurang dapat
membuat masyarakat menjadi marah. Kita bisa lihat contoh di Tunisia, Mesir dan
Libya di mana kemarahan masyarakat dapat menggulingkan pemerintah, mereka
melakukan hal - hal tersebut utamanya karena masalah ekonomi. Pada tahun 1998
pun kerusuhan yang ada di dipicu oleh masalah ekonomi, yakni krisis moneter
yang jika dikaji penyebabnya ialah karena masalah korupsi. Bukan hal tersebut
akan terulang jika korupsi masih merajalela dan pemerintah tidak menanggapi
masalah ini dengan serius.
Dari segi investor
sendiri, dengan adanya korupsi di dalam tubuh pemerintah membuat produsen harus
mengeluarkan cost tambahan untuk menyelesaikan masalah birokrasi. Bertambahnya
cost ini tentunya akan merugikan mereka. Sementara bagi para investor asing,
mereka akan tidak tertarik untuk berinvestasi di Indonesia karena masalah birokrasi
yang menjadi ladang korupsi ini dan beralih untuk berinvestasi di negara lain.
Hal ini akan merugikan negara karena dengan adanya investasi asing negara kita
akan mendapatkan penghasilan yang besar melalui pajak, begitu juga dengan
masyarakat, mereka akan mendapatkan lapangan kerja dan penghasilan. Akan tetapi
gara - gara korupsi, semuanya menghilang begitu saja. Masalah tingginya tingkat
pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan pun menjadi tak teratasi. Dari
UKM sendiri yang merupakan tonggak perekonomian Indonesia, adanya korupsi
membuat mereka menjadi tidak berkembang. Pemerintah menjadi tidak peduli
terhadap mereka lagi karena dalam sektor UKM sendiri tidak banyak
“menguntungkan” bagi pemerintah. Padahal, lagi - lagi UKM sendiri merupakan
usaha yang sifatnya massal dan banyak menyedot lapangan kerja. Tidak
berkembangnya UKM ini juga akan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran dan
rendahnya tingkat kesejahteraan. Apalagi dengan adanya China ASEAN Free Trade
Agreement tentunya akan semakin menyulitkan bagi sektor UKM untuk berkembang.
Kalau dari
pemerintah yang merupakan tempatnya koruptor, mereka pasti akan memindahkan
uang-uang hasil korupsi yang mereka dapatkan ke rekening di bank - bank negara
asing. Padahal uang tersebut seharusnya merupakan uang negara yang akan
diinvestasikan di negara ini dan mereka malah membawa uang tersebut ke luar
negeri. Hal ini akan membuat pembangunan ekonomi menjadi tersendat tentunya.
Dengan korupsi juga, pemerintah tidak akan lagi pro kepada masyarakat. Mereka
akan pro kepada para pengusaha kotor yang memberi suap. Kebijakan - kebijakan
yang mereka lakukan akan menguntungkan para pengusaha licik ini. Bahkan mungkin
saja mereka akan tega menjual sektor-sektor vital negara, juga membuat
kebijakan - kebijakan yang tidak pro rakyat hanya untuk kepentingan pribadi.
Masalah korupsi ini
sebenarnya bisa untuk diberantas, asalkan pemerintah mau dan benar-benar
berkomitmen untuk memberantas masalah korupsi. Akan tetapi pemerintah terlihat
setengah-setengah untuk memberantas masalah korupsi. Bahkan, Presiden SBY pun
hanya bisa mengecam tindakan orang yang merampok uang negara sebesar Rp 103 T.
Tidak ada yang bisa pemerintah lakukan terhadap hal tersebut. Kita bisa melihat
bahwa tidak ada Undang - Undang yang memberatkan para koruptor. Penegakan hukum
terhadap para koruptor juga sengat lemah. Sampai saat ini tidak ada satu pun
koruptor yang menerima hukuman berat. Sebagian besar koruptor hanya mendapatkan
hukuman penjara yang tidak sebanding dengan apa yang telah mereka curi. Di
dalam penjara pun mereka juga mendapatkan fasilitas yang berbeda dengan tahanan
lain, fasilitas yang lebih mewah. Pemerintah juga terlihat tidak serius
mendukung KPK, bahkan beberapa waktu yang lalu ketua DPR kita memberi usul
untuk membubarkan KPK. Padahal KPK merupakan salah satu komisi yang efektif
untuk memberantas korupsi. Seperti kita tahu, usulan pembentukan KPK di daerah
serta pembangungan penjara khusus koruptor ditolak oleh pemerintah, seharusnya
hal itu tak perlu terjadi. Sudah seharusnya pemerintah berkomitmen penuh untuk
memberantas korupsi. Sudah seharusnya DPR mendukung penuh dengan membuat Undang
- Undang dan kebijakan - kebijakan yang memudahkan KPK. Selain itu, penegakan
hukum terhdapat koruptor juga harus diperbaiki. Pemerintah juga perlu untuk
mengubah Undang - Undang yang harus memberatkan para koruptor. Pemerintah juga
harus transparan dalam melakukan segala sesuatu. Pemerintah juga harus
mendukung penuh KPK dalam melaksanakan tugasnya. Kita juga tahu yang namanya
prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang meliputi transparansi,
akuntabilitas, pertanggung jawaban, independen, dan adil. Sudah sewajarnya
prinsip -prinsip tersebut dilaksanakan pemerintah. Setiap orang dari
pemerintahan sendiri maupun dari luar pemerintahan juga harus berlaku jujur.
Seperti yang dikatakan oleh mantan wakil presiden kita, Jusuf Kalla “Korupsi
bisa menjamur jika atasannya sendiri yang mencontohkan”. Jadi hal paling utama
yang harus dilakukan untuk memberantas korupsi ialah mengubah perilaku kita
sendiri, yakni membiasakan untuk jujur dalam melaksanakan segala sesuatu.
Karena jika semua berlaku seperti itu maka negara kita akan bebas dari korupsi.
MUI
Akan Bahas Fatwa Harta Hasil Korupsi
Majelis Ulama
Indonesia (MUI) berencana membahas hukum harta sitaan dari kasus korupsi. Ketua
MUI bidang fatwa, KH. Dr. Ma'ruf Amin, mengatakan pembahasan fatwa sitaan harta
hasil korupsi itu jadi salah satu agenda pada Sidang Ijtima Ulama MUI
se-Indonesia ke IV yang akan dilaksanakan pada 29 Juni – 2 Juli 2012 di Ponpes
Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat.
“Nanti akan dibahas
bersama bagaimana hukum harta sitaan hasil korupsi,” ujar Ma'ruf, Ahad, 3 Mei
2012. Ma'ruf menjelaskan selama ini fatwa terkait dengan harta sitaan kasus
korupsi belum ada. Karena itu, menurutnya, hal tersebut perlu dibahas bersama
tidak hanya oleh Komisi Fatwa MUI, tapi juga oleh ulama-ulama lainnya.
Ma'ruf juga
mengatakan, terdapat tiga hal yang menjadi pembahasan utama dalam sidang ijtima
nanti. Tiga hal tersebut adalah permasalahan kebangsaan, perundang-undangan,
dan fiqih kontemporer. “Permasalahan kebangsaan akan membahas cara pemerintah
melayani masyarakat dan sebaliknya bagaimana masyarakat membantu pemerintah,”
kata Ma'ruf.
Ma'ruf mengatakan
salah satu permasalahan kebangsaan yang dibahas adalah pemilukada. Ma'ruf
mengungkapkan penyelenggaraan pilkada di sejumlah daerah banyak menuai masalah.
“Banyak keluhan dari ulama di daerah pemilukada menyebabkan perselisihan,
perkelahian, hingga pembakaran. Kenapa bisa sampai seperti itu? Karena itulah,
pada sidang ijtima nanti akan dibahas bagaimana maslahat pemilukada
sebenarnya,” ujar Ma'ruf.
Terkait
perundang-undangan, kata Ma'ruf, akan membahas tentang Rancangan Undang-undang
(RUU) Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG), Jaminan Produk Halal (JPH), dan
undang-undang tentang minuman keras (miras). “Karena itu dalam sidang ijtima
akan dibahas beserta RUU lainnya yang akan ditinjau kembali oleh para ulama,”
ujar Ma'ruf.
Sedangkan
fiqh kontemporer, lanjut Ma'ruf, akan dibahas sejumlah permasalahan fiqh di
masyarakat seperti penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan, etika
demonstrasi, dan kebebasan berekspresi. (Republika Online, AS)
Referensi :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar