Patterned Text Generator at TextSpace.net

Rabu, 30 November 2011

banjir jakarta

Banjir Jakarta, Bisa Kembali Terulang?

Jakarta, kota metropolis, tak hanya duduk sebagai ibukota negara, namun juga sebagai kota tempatnya para pengusaha, mulai dari pengusaha kelas kakap sampai kelas teri pun numplek di sini. Tak heran beragam 'pembangunan' pun terasa di tiap sudut bahkan sampai ke daerah pinggiran Jakarta. Namun, adakah semua pembangunan yang mengatasnamakan untuk kesejahteraan masyarakat ini membawa dampak yang selalu positif bagi warga Jakarta? Atau malah menjadi bumerang dengan tidak memperhatikannya kondisi penghijauan yang memprihatinkan?

Kalau melihat Jakarta, rasanya tak bisa tidak untuk melihat pesatnya pembangunan. Entah itu mall, perkantoran, pusat perbelanjaan, ruko-ruko, perumahan elit, gedung-gedung tinggi apartemen super eksklusif sampai sarana transportasi yang rasanya membanjiri tiap sudut kota pusatnya pusat perniagaan dan pemerintahan. Namun, di sisi lain, banyak hal yang sepertinya terlupakan oleh warga masyarakat, tengok saja bagaimana pengaturan drainase yang lebih dari kurang, tanah yang hampir semuanya tertutup beton ataupun jumlah tanah hijau yang semakin lama semakin langka untuk ditemui, yang kalaupun ada dihiasi oleh beberapa pohon kurus yang pastinya tak mampu menyerap air saat musim hujan tiba.

Sudah mejadi kemahfuman biasa jika jelang musim hujan, warga Jakarta pun heboh menyongsong musim ini. Bukan apa-apa, rasanya menjadi hal yang wajar kalau beberapa tempat di Jakarta yang menjadi korban banjir. Bahkan bisa dibilang yah memang seperti itulah kalau tinggal di Jakarta, harus siap dengan datangnya banjir.

Sama seperti saat ini, banjir di Jakarta kelihatannya juga masih tak dapat dielakkan. Bagaimana tidak? melihat kondisi sungai-sunga di Jakarta yang begitu memprihatinkan, yang anehnya juga baru benar-benar diperhatikan seperti misalnya dibersihkannya sungai-sungai dari sampah yang menggunung dengan menggunakan alat berat, itupun kadang alat beratnya bisa-bisa sudah rusak sebelum rampung mengetjakan tugasnya. Kondisi sungai-sungai di Jakarta memang sudah menjadi hal yagn umum untuk diketahui betapa memprihatinkannya melihat dari daya tampung yang semakin sedikit, dangkal bahkan dipenuhi juga oleh sampah yang menggunung. Ini bisa dilihat di Sungai Ciliwung, Kali Krukut, ataupun Muara Angke.

Ini bisa dilihat dampaknya saat hujan di Sabtu kemarin (10/11), menyebabkan beberapa daerah mengalami banjir setelah Ciliwung meluap. Misalnya saja kawasan Cibubur, Jatinegara, Kramat Jati, Kalisari, Kampung Rambutan dan Petogogan. Rasanya wilayah Kampung Melayu dan Bidara Cina memang sudah 'langganan' banjir jadi sepertinya tak mengherankan lagi kalau kali ini pun daerah ini terkena banjir entah yang keberapa kalinya. Ketinggian air bisa mencapai pinggang orang dewasa, bahkan di pinggiran sungai Ciliwung ketinggian bisa mencapai 2 meter.

Meski saat ini banjir sudah mulai surut, namun rasanya tak bisa kita tidak memedulikan masalah banjir yang mestinya menjadi masalah bersama yang perlu ditanggulangi juga secara bersama. Menurut Gubernur DKI  Jakarta, Fauzi Bowo, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan upaya-upaya untuk mencegah banjir seperti misalnya saja melakukan pengerukan pada sungai-sungai yang mengalami pendangkalan agar daya tampung air lebih meningkat. Pengerukan dilakukan di bagian tengah dan muara Banjir Kanal Barat, Cengkareng Drain, Kali Krukut, Kali Cideng, Kali Pesanggrahan, anak Sungai Ciliwung, dari KembatanMerah sampai Stasiun Kota. Pemerintah bahkan mengalokasikan dana sebanyak Rp 13 miliar dari APBD DKI Jakarta.

Namun memang, hujan kenvang yang disertai dengan tiupan angin kencang tersebut juga banyak merobohkan puluhan pohon dan papan reklame juga menelan korban jiwa. Seperti yang terjadi di Depok saat angin kencang yang menyertai hujan deras menewaskan seorang warga yang tersengat aliran listrik dan merobohkan pohon dan papan reklame. Ini terjadi di Jl Bahagia, Jl Tole Iskandar, Kecamatan Sukma Jaya, Jl Margonda Raya, dan Kecamatan Pancoran Mas.

Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), curah hujan tahun ini diprediksi lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun lalu. Sehingga pemda diminta mewaspadai kemungkinan terjadinya banjir, sebagaimana dikatakan oleh Deputi Bidang Sistem Data dan Informasi BMG Prih Haryadi.

TitikBanjir Di Jakarta
Karena itulah, ada baiknya Anda mengetahui beberapa titik daerah yang dilanda banjir di wilayah DKI Jakarta. Mulai dari Jakarta Utara, titik banjir berada di Kelurahan Sunter Agung, Kelurahan Penjaringan, Kelurahan Rawa Badak, dan Kelurahan Koja. Daerah terparah di Kapuk Muara.

Di Jakarta Pusat, titik banjir terdapat di Kelurahan Petamburan yang merupakan daerah terparah, Kelurahan Tanah Abang, Kelurahan Kemayoran, dan Kelurahan Karet Tengsin.

Sedangkan di Jakarta Barat, titik banjir berada di Kelurahan Rawa Buaya, Kelurahan Kapuk, dan Kelurahan Tegal Alur.

Titik banjir di Jakarta Timur berada di Kelurahan Kampung Melayu yang merupakan darah banjir terparah, dan Kelurahan Cawang.

Sedangkan di Jakarta Selatan, titik banjir berada di Kelurahan Bukit Duri, Kelurahan Bintaro, Kelurahan Pondok Karya. dan Kelurahan Petukangan Selatan yang menjadi salah satu daerah banjir yang tertinggi.

Melihat dari posisi Jakarta yang lebih rendah 1-1,5 meter dari atas permukaan laut membuat isu banjir sulit meninggalkan Jakarta. Tak hanya topografi saja, karena masih ada lagi masalah lain yang juga penting untuk diselesaikan seperti kondisi lingkungan yang parah membuat persoalan banjir di Jakarta tak semudah itu untuk diselesaikan.

Dengan curah hujan hanya 50-100 mm per hari saja, tanpa kiriman dari Bogor, Jakarta sudah pasti banjir dalam skala kecil. Banjir besar yang terjadi pada Februari lalu, karena curah hujan mencapai 401,5 mm per hari atau meningkat 4-8 kali.

Kondisi ini jelas menunjukkan kondisi Jakarta yang rendah. Selain itu kondisi tanah di Jakarta yang didominasi tekstur liat berdebu hingga lempeng berdebu yang memiliki kemampuan serap air rendah, otomatis akan membuat air menggenang. Itu bisa dilihat jika Anda berjalan di jalan-jalan yang memang tempat aliran gotnya sangat terbatas atau malah tidak ada sama sekali.
Jika Jakarta tidak dibenahi secara lingkungan dan dibuat sistem pengairan yang baik sehingga air yang turun saat hujan, tahu kemana air itu pergi dan tidak tergenang begitu saja, sepertinya para warga Jakarta tetap harus 'menikmati' rasa tegang menghadapi musim hujan yang mulai menghampiri. Belum lagi ditambah dengan kultur Jakarta yang memang rendah, masalah banjir masih mungkin terus dinikmati oleh para warga Jakarta. (nita, berbagai sumber)
www.google.com


dwi intan ratnasari
22210190
2eb01

Tidak ada komentar:

Posting Komentar